Kesehatan lingkungan merupakan hal yang sangat vital, mengingat kualitas hidup amat bergantung dari level kebersihan ekosistem. Namun, sampah plastik yang menumpuk dari tahun ke tahun perlahan menjadi problem yang harus dituntaskan dengan partisipasi dari berbagai pihak.
Problem sampah memang terkesan sepele. Namun faktanya, penyebaran sampah yang tidak terorganisir dari tahun ke tahun mampu merusak lingkungan. Ekosistem laut, tanah, hingga udara dapat tercemar. Sayangnya, sampah plastik yang bersifat anorganik ini sulit diurai bahkan membutuhkan waktu bertahun-tahun lamanya. Plastik yang selalu kita gunakan dengan dalih kepraktisan perlahan menjadi bom waktu yang membahayakan lingkungan (R.Andi Ahmad Gunadi dkk.2020:5).
Dari berbagai sampah yang banyak sekali ragam bentuknya, ada beberapa jenis sampah yang sering kita jumpai di permukiman. Antara lain sampah dedaunan dan sisa makanan yang bersifat organik, juga sampah plastik dan kertas yang bersifat anorganik. Sampah organik selama ini tidak menjadi masalah yang berarti karena mudah diurai ataupun diubah ke bentuk yang lebih berdaya guna seperti diolah menjadi pupuk, atau digunakan sebagai pakan untuk berbagai hewan ternak dan lain sebagainya (Pramiati Purwaningrum 2016:146).
Sedangkan sampah kertas yang bersifat anorganik, yang dilakukan adalah dengan menjadikannya sebagai kerajinan sampah ataupun dilebur menjadi bubur kertas yang nantinya bisa dicetak menjadi kertas daur ulang yang dapat dimanfaatkan kembali.
Sementara sampah plastik merupakan jenis sampah yang paling sulit dalam upaya daur ulangnya. Sampah jenis ini sudah banyak diolah menjadi kerajinan sampah. Namun kuantitas serta jenis sampah plastik yang begitu banyak, tidak bisa diselesaikan hanya dengan kerajinan sampah. Sebagian besar pelaku daur ulang plastik hanya membidik plastik keras (botol, gelas, ember dan sebagainya) dan menyisakan banyak sampah plastik lunak (plastik kantong, kresek, bungkus mie instan dan sebagainya) tetap menjadi problem yang sulit diselesaikan.
Rasanya akan sulit bagi kita untuk lepas dari jerat tipu kemasan plastik. Bertahun-tahun kita dimanjakan dengan kemudahan, kepraktisan, dan murahnya harga kemasan plastik. Mulai dari membeli air mineral, segelas kopi, berbelanja di supermarket, hingga membeli sarapan di pagi hari, sudah pasti kita bertemu dengan kemasan plastik.
Di antara sekian banyak penyumbang sampah di Indonesia, termasuk di dalamnya adalah santri pondok pesantren. Tidak bisa dipungkiri populasi ratusan santri di setiap pesantren, maka berapa sampah plastik yang dihasilkan oleh setiap pesantren? sudah bisa pasti sangat banyak. Maka dari itu, harus ada rasa kepedulian tersendiri dari kalangan santri untuk berkontribusi menjaga lingkungannya, dengan cara mengurangi sampah plastik.
Melihat hal itu, kami berinisiatif untuk mengajak santri lebih peduli terhadap lingkungan dengan mengurangi sampah plastik lunak atau sampah plastik yang tidak laku jual dan juga berupaya mendaur ulang menjadi produk bernilai ekonomis.
Selama KKN MDR IPMAFA kami melatih santri untuk mengolah sampah plastik lunak menjadi bahan bangunan yang ramah lingkungan. Kami membidik sampah-sampah plastik yang tidak bernilai jual sebagai bahan baku utama, terutama plastik lunak. Paving block dipilih sebagai produk bahan bangunan daur ulang, karena tidak kontak langsung dengan manusia dalam penggunaannya. Jadi, permasalahan higienitas dan pengaruh buruk bagi kesehatan tidak akan ditemui.
Untuk memproduksi satu bata paving, dibutuhkan 3 kg sampah plastik lunak. Kira-kira 3 kg sampah plastik lunak itu sudah hampir satu karung. Bayangkan jika yang kita cetak bisa sampai ratusan paving, maka berapa karung sampah plastik yang bisa berkurang ?.
Setelah sampah plastik lunak (kresek, bungkus mie instan, kemasan makanan) terkumpul, plastik dibakar sampai meleleh. Plastik yang sudah meleleh, selanjutnya diaduk dan diberikan campuran abu batu, untuk memberikan tekanan massa benda pada paving. Agar paving tidak akan bisa terangkat oleh air.
Adonan yang sudah menyatu, kemudian diangkat dan dimasukkan dalam cetakan paving sampai penuh. Dan dipastikan agar tidak ada ruang cetakan yang tersisa (tidak terisi adonan). Kemudian ditutup dengan alas plat dan selanjutnya dilakukan proses pemadatan dengan menggunakan alat press (bisa memakai press tambal ban ulir).
Setelah dipadatkan, cetakan yang masih ditekan oleh alat press tadi selanjutnya dimasukkan dalam air untuk pendinginan dan pemadatan. Sebenarnya bisa didinginkan dengan bantuan angin, namun tentu akan lebih lama. Prosesnya sekitar 15-20 menit lalu paving yang direndam tadi bisa diangkat dan dilepaskan dari cetakannya. Selanjutnya dilakukan finishing untuk merapikan bentuk paving.
Kami berharap dapat menumbuhkan rasa kepedulian santri terhadap lingkungannya dan mengurangi sampah plastik yang bisa menyebabkan lingkungan menjadi kotor dan rusak, Padahal Nabi Muhammad Saw bersabda bahwa kebersihan itu sebagian dari iman. Di samping hal itu, kami juga berharap untuk menginspirasi santri untuk bisa lebih kreatif terhadap masalah yang dihadapi termasuk masalah lingkungan. []
Sumber :
R. Andi Ahmad Gunadi dkk (2020), Bahaya Plastik bagi Kesehatan Lingkungan, Jurnal Pengabdian Masyarakat LPPM UMJ 103 : 2714-6286.
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/semnaskat/article/download/7998/4782
Pramiati Purwaningrum (2016), Upaya Mengurangi Timbulan Sampah Plastik, Jurnal JTL Trisakti Vol 8 No 2 : 141-147
https://www.trijurnal.lemlit.trisakti.ac.id/urbanenvirotech/article/download/1421/1234